Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Bang Hambali (Aktivis Pemuda Pancasila Tangerang), saat kami melakukan inspeksi mendadak ke Kawasan Laut yang sudah diurug oleh PIK-2 (Ahad, 2/11), sempat menyoal status penulis sebagai advokat. Sebab, aktivitas yang penulis lakukan sudah melampaui kerja seorang advokat. Kegiatan membersamai rakyat, turun membela rakyat dengan resiko yang penulis hadapi, tak lazim dilakukan oleh seorang advokat.
Ya, memang benar. Andai saja, hukum itu tegak kokoh. Pengadilan itu menghasilkan keadilan. Aparat penegak hukum berpihak kepada rakyat, tentulah tugas advokat hanya dua: menyampaikan fakta pelanggaran hukum yang ada, dan menunjukan norma hukum yang dilanggar.
Selebihnya, aparat penegak hukum dan pengadilan yang akan menindak pelaku kejahatan perampasan tanah oleh oligarki. Rakyat akan menjadi terlindungi.
Tapi yang terjadi tidaklah demikian. Yang ada, aparat penegak hukum melindungi oligarki, pengadilan justru membuat keputusan yang melegitimasi perampasan tanah. Pernyataan ini bukan sekedar narasi, tapi sudah penulis buktikan dan sudah menjadi fenomena umum.
Charlie Chandra, pemilik tanah di PIK-2 tanahnya dirampas dan dituduh memalsukan dokumen. Oleh pengadilan, justru diputus bersalah. Putusan ini melegitimasi perampasan tanah oleh PT Mandiri Bangun Makmur (PT MBM), anak usaha dari Agung Sedayu Group.
SK Budiharjo dan Nurlela, pemilik tanah di Cengkareng (The Lake Golf Residence) tanahnya juga dirampas dan dituduh memalsukan dokumen. Oleh pengadilan, justru diputus bersalah. Putusan ini melegitimasi perampasan tanah oleh PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA), anak usaha dari Agung Sedayu Group.
Jadi, advokasi harus melampaui cara cara mainstream. Karena perampasan tanah yang dilakukan, telah memanfaatkan aparat penegak hukum hingga institusi pengadilan.
Begitu juga dalam kasus penghapusan status PSN proyek PIK-2. Sebenarnya, segenap aktivis tidak perlu melakukan aksi demonstrasi termasuk yang paling dekat yang akan diadakan di Tugu Mauk. Dengan syarat, jika Negara hadir mengontrol keputusan politik atas pencabutan status PSN PIK-2 tersebut.
Faktanya?
Negara tidak hadir membela warga Banten yang menjadi korban PIK-2. Negara hanya memberikan tindakan formalitas berupa pencabutan status PSN PIK-2.
Akan tetapi?
Proyek perampasan tanah ini jalan terus. Laut tetap direklamasi. Bahkan, sejumlah reklamasi telah mencapai batas titik pagar laut yang jaraknya dari pantai mencapai 900 m.
Perampasan tanah dan Kriminaliasi pemiliknya terus saja terjadi. Sejumlah warga Kampung Encle, dikerjai polisi. Sejumlah pemilik tanah lainnya, diterapkan tersangka. Haji Fuad Efendi Zarkasi, hingga kini juga masih terancam Kriminaliasi setelah lahannya dipaksa diserahkan ke PIK-2.
Negara tak malu, wibawanya telah diinjak injak oleh proyek PIK-2 milik Aguan dan Anthoni Salim. Negara, hanya bungkam mendengar jeritan rakyat yang menjadi korban PIK-2.
Kami sebenarnya lebih suka, hanya duduk manis. Atau sesekali berdebat lewat Group WA, sambil menulis artikel mengadu intelektual dan kepintaran dengan anggota GWA lainnya.
Akan tetapi, apakah semua kerusakan, kezaliman terhadap rakyat Banten, bisa diselesaikan dengan debat di WA? Atau, dengan menulis artikel panjang yang membuat pembaca terkesima karena kepintaran penulisnya?
Kami sedih, rakyat saat ini menjadi yatim. Negara yang berkewajiban mengasuh rakyatnya, telah hilang perannya. Rakyat saat ini sudah seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
Karena alasan itulah, kami terus bergerak. Bukan hanya menulis, membuat artikel, debat di WA, atau mengajukan argumentasi lewat mimbar pengadilan. Kami terus bergerak bersama rakyat, untuk memahamkan kepada rakyat bahwa YANG BISA MENOLONG RAKYAT ADALAH RAKYAT SENDIRI. tidak akan berubah keadaan suatu kaum, jika kaum itu tak mengubah keadaannya sendiri (Al Qur'an).
Karena itu, mari turun bersama dalam kegiatan menyampaikan pendapat dimuka umum:


