SUARA NEGERI | JAKARTA — Bangsa ini sedang diuji. Di tengah upaya reformasi birokrasi yang digembar-gemborkan, wajah asli negara justru menampakkan diri: birokrasi yang seharusnya menjadi mesin pelayanan rakyat, malah berubah menjadi ladang pemerasan. Skandal sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membuka tabir gelap ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3 Kemenaker, Irvian Bobby Mahendro (IBM), yang merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) aktif, menjadi tersangka utama kasus dugaan pemerasan dengan aliran dana mencapai Rp69 miliar.
Dana ini berasal dari perusahaan jasa K3 (PJK3) yang ingin lolos sertifikasi dan dialirkan melalui perantara.
"Uang tersebut selanjutnya digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai kepada Gerry Aditya Herwanto (GAH), Hery Sutanto (HS), dan pihak lainnya," ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8), dikutip dari Antara.
GAH diketahui merupakan Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja Kemenaker tahun 2022–2025, sementara HS menjabat sebagai Direktur Bina Kelembagaan Kemenaker tahun 2021–Februari 2025. Mereka merupakan dua dari 11 tersangka yang terlibat dalam kasus ini.
Lebih lanjut, Setyo mengungkapkan bahwa Bobby menggunakan uang Rp69 miliar untuk membeli sejumlah aset seperti kendaraan, belanja mewah, hingga penyertaan modal di tiga perusahaan yang terafiliasi dengan PJK3. Sedangkan GAH diduga menerima aliran dana Rp3 miliar pada periode 2020–2025, termasuk pembelian kendaraan senilai Rp500 juta dan transfer ke pihak lain senilai Rp2,53 miliar.
Ketika Pelayan Rakyat Menjadi Predator
Dalam struktur birokrasi, posisi Bobby seharusnya menjadi pengayom, bukan perampok. Ia memiliki kewenangan mengurus dokumen, mengendalikan prosedur sertifikasi, dan memberikan rekomendasi perizinan. Alih-alih melayani rakyat, posisi ini dijadikan celah untuk membangun jaringan rente yang mengakar sejak era Menaker Ida Fauziyah (2019–2024, pemerintahan Jokowi) hingga Menaker Yassierli (2024–sekarang, pemerintahan Prabowo Subianto).
Immanuel Ebenezer (Noel), Wakil Menteri Ketenagakerjaan, yang baru menjabat 8–10 bulan sejak 20 Oktober 2024, terseret dalam pusaran kasus. Dugaan aliran dana yang menyentuh pejabat aktif kabinet menempatkannya dalam sorotan, meski akar masalah sudah lama tertanam.
Noel Terjebak Dalam Rente Berlapis, Rakyat Dijarah, Birokrasi Predator Indonesia Memalukan!
KPK memetakan konstruksi mafia birokrasi:
1. Perusahaan jasa K3 dipaksa setor untuk lolos sertifikasi.
2. Dana mengalir ke Bobby sebagai penampung utama.
3. Dana diteruskan ke pejabat lain, termasuk GAH, HS, dan bahkan Wamenaker Noel.
Skema ini bukan kebetulan; sistem ini terstruktur, berkelanjutan, dan menghancurkan integritas negara.
Bangsa Ini Dicuri dari Dalam
Kasus Bobby menelanjangi wajah pahit birokrasi. Rakyat yang seharusnya dilayani justru menjadi sumber rente. Amanah yang diberikan negara kepada PNS aktif disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Bangsa ini memerlukan keberanian moral. KPK tidak boleh hanya menjerat pelaksana teknis, tetapi harus membuka seluruh rantai mafia birokrasi yang bercokol di Kemenaker. Rakyat harus tahu: amanah bukan untuk dijadikan sumber kekayaan pribadi. Reformasi birokrasi bukan sekadar jargon, tetapi pertempuran nyata melawan predator di dalam negeri sendiri.
Seruan untuk Rakyat dan Aparatur
Bung Karno pernah berkata: “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai amanah dan mengutamakan rakyat.” Saat ini, amanah itu dirampok, dan rakyat menjadi saksi bisu. Sudah saatnya bangsa ini menuntut keberanian, menuntut transparansi, dan menuntut keadilan. Negara harus dijaga, bukan dicuri.(sa/by)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar