SUARA NEGERI | SELAYAR — Anggota Komisi II DPRD Kepulauan Selayar, Arsyil Ihsan, menjamin hak masyarakat di kawasan Taman Nasional Taka Bonerate untuk tetap mencari nafkah halal.
Ia meminta Kelompok Nelayan Ainur tetap beraktivitas sambil menunggu terbitnya Perjanjian Kerja Sama (PKS) dari Balai Taman Nasional, selama aktivitas tersebut berada di zona pemanfaatan dan tidak bersifat destruktif.
Kelompok Ainur sebelumnya menerima surat teguran dari Balai TN Taka Bonerate dengan nomor S.0017/T.45/T.1/N/RL/2025. Dalam surat itu, kelompok nelayan dianggap masih melakukan kegiatan operasional di dalam kawasan tanpa PKS. Teguran tersebut berisi perintah untuk segera menghentikan aktivitas, termasuk menangkap maupun membeli ikan, hingga PKS resmi diterbitkan.
Teguran ini menimbulkan keprihatinan di kalangan nelayan. Mereka yang sehari-hari hidup dari laut merasa terbebani, sebab mencari ataupun sekadar membeli ikan untuk kebutuhan keluarga bukanlah aktivitas yang merusak lingkungan, melainkan bagian dari ketergantungan hidup masyarakat lokal pada laut.
"Kasihan Nelayan pulau baru beli ikan saja sudah ditegur. Padahal kami ini hidup dari laut, tidak mungkin dilarang begitu saja tanpa ada solusi," keluh Muhammad Arsyad salah seorang Anggota Kelompok Nelayan Ainur.
Yang lebih mengherankan, surat teguran dari pihak Balai TN Taka Bonerate itu diketahui tidak dibubuhi cap atau stempel resmi institusi. Hal ini membuat warga bertanya-tanya soal keabsahan administrasi surat tersebut, terlebih karena isinya mengandung ancaman langkah hukum bila teguran tidak diindahkan dalam waktu tujuh hari kerja. Pejabat yang menandatangani surat pun diketahui tidak berada di lokasi kelompok nelayan penerima surat, melainkan berada di Kota Benteng.
Situasi ini menimbulkan tanda tanya karena di satu sisi ada kelompok yang dibiarkan beraktivitas meskipun PKSnya belum jelas, sementara di sisi lain ada yang langsung dilarang.
Padahal masyarakat yang tinggal turun-temurun di kawasan tersebut sangat bergantung pada laut untuk bertahan hidup. Harapan mereka, kebijakan konservasi bisa lebih bijak dan tidak merugikan warga kecil.
Menanggapi hal itu, Arsyil Ihsan menilai aturan mengenai PKS tidak boleh menjadi alat untuk mematikan mata pencaharian masyarakat lokal.
"Saya jamin hak-hak hidup dan hak warga saya, khususnya di kawasan, untuk mencari nafkah halal. Yang penting tidak melakukan kegiatan destruktif dan tetap berada di zona pemanfaatan, itu hak nelayan. Saya menilai PKS itu akal-akalan untuk melegalkan praktik monopoli di kawasan,"tegas Arsyil Ihsan.
Ia menambahkan, berdasarkan aturan konservasi, masyarakat berhak memanfaatkan zona pemanfaatan selama tidak melanggar hukum dan tidak merusak lingkungan. PKS, menurutnya, hanyalah instrumen administratif yang seharusnya tidak menjadi alasan untuk menindak warga secara hukum, apalagi jika mereka sudah lama mengajukan namun prosesnya tidak kunjung diterbitkan.
Menurut Arsyil, kondisi ini justru membuka ruang praktik monopoli pengelolaan kawasan perikanan oleh pihak tertentu yang lebih besar dan memiliki akses kuat, sementara kelompok nelayan kecil justru ditekan dengan dalih belum memiliki PKS.
Sebagai penegasan, ia meminta Balai Taman Nasional Taka Bonerate bersikap transparan dan adil dalam pengelolaan kawasan, serta memberikan kepastian waktu penerbitan PKS agar nelayan tidak terus-menerus berada dalam ketidakpastian hukum.
Agustiar kepala resort lantigian yang namanya tercantum dalam surat tersebut saat dihubungi via WA oleh awak media mengaku benar bahwa dirinya yang bertanda tangan dalam surat tersebut.
Namun ketika ditanya tentang tindakan hukum apa yang akan ditempuh jika surat tersebut dilanggar, ia tidak menjawab hanya me “read” Chat pertanyaan awak media dan belum menanggapi pertanyaan hingga berita ini diterbitkan.(Tim/ircak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar