Oleh: Suga Ayip JBT Rewok, Pengamat Budaya Etika Politik Nusantara
SUARA NEGERI | SURAKARTA — Dalam kehidupan politik yang demokratis, perbincangan mengenai loyalitas dan kesetiaan kerap mengemuka, terutama ketika menyangkut keluarga kader yang turut berkiprah di ruang publik. Partai politik besar yang lahir dari perjalanan sejarah bangsa tentu memiliki tradisi, nilai, dan etika organisasi yang menempatkan disiplin, ideologi, serta tanggung jawab moral sebagai fondasi utama.
Dalam konteks tersebut, publik sering mencermati dinamika pilihan politik di lingkungan keluarga kader. Perbedaan jalur pengabdian yang ditempuh oleh anggota keluarga sejatinya merupakan fenomena yang wajar dalam sistem demokrasi, dan tidak selayaknya dibaca secara simplistik atau dipertentangkan secara berlebihan.
Di satu sisi, terdapat keluarga kader yang menunjukkan kesinambungan politik di dalam struktur partai. Pola ini mencerminkan kesetiaan, yakni keberlanjutan pengabdian dalam satu rumah ideologis, mengikuti mekanisme kaderisasi, serta tunduk pada disiplin dan keputusan kolektif organisasi. Dalam perspektif partai, hal tersebut dipahami sebagai penguatan institusional dan konsistensi ideologis.
Di sisi lain, terdapat pula keluarga kader yang memilih jalur pengabdian melalui lembaga perwakilan non-partai. Pilihan ini sepenuhnya sah secara konstitusional dan patut dihormati sebagai hak setiap warga negara. Dalam kacamata etika politik, sikap tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk loyalitas, yakni tidak berseberangan dengan partai, tetap menjaga harmoni, namun menempuh jalan pengabdian yang lebih mandiri dan personal.
Partai politik yang dewasa tentu memiliki preferensi terhadap kaderisasi yang tumbuh di dalam struktur organisasinya. Namun pada saat yang sama, prinsip demokrasi mengajarkan pentingnya menghormati pilihan individual, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan, konstitusi, dan etika publik.
Dari sini dapat dipahami bahwa perbedaan antara kesetiaan dan loyalitas bukanlah persoalan hitam dan putih. Kesetiaan mencerminkan keterikatan ideologis dan struktural yang utuh, sementara loyalitas mencerminkan sikap etis untuk tetap menjaga kehormatan dan kebersamaan, meski berada di luar struktur formal partai.
Pada akhirnya, demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memberi ruang bagi pilihan, sekaligus menjaga nilai-nilai kebersamaan. Keseimbangan antara disiplin organisasi dan penghormatan terhadap kebebasan individu merupakan ciri politik yang matang dan beradab.
Dengan cara pandang yang tenang dan proporsional, perbedaan ini sebaiknya dipahami sebagai bagian dari dinamika politik yang dewasa, bukan sebagai sumber perpecahan. Sebab yang terpenting bukan semata jalur politik yang ditempuh, melainkan niat tulus untuk mengabdi kepada rakyat, bangsa, dan negara.(sa/by)


