Ditengah Kebutuhan Tenaga Profesional, BLK di Brebes Mati Suri

SuaraNegeri.com
Sabtu, 20 September 2025 | 17:06 WIB Last Updated 2025-09-20T10:06:34Z

SUARA NEGERI | BREBES — Di tengah ekspansi industri yang masif di Kabupaten Brebes, keberadaan Balai Latihan Kerja (BLK) Terlangu justru mencerminkan paradoks dalam kebijakan pelatihan kerja. 

BLK yang berdiri sejak 2007 dan berada di bawah naungan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Brebes, tercatat tidak menyelenggarakan pelatihan sejak 2012–2013. Status kelembagaan yang belum jelas sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) menjadi penghambat utama operasional.
‎Pantauan di lokasi menunjukkan kondisi gedung yang rusak, sarana pelatihan yang tidak layak, serta ketiadaan instruktur dan kurikulum aktif. Padahal, sejak 2020, Brebes menjadi salah satu tujuan relokasi industri dari luar negeri, dengan 28 pabrik besar telah beroperasi dan lima lainnya dalam tahap pembangunan.
‎“BLK Brebes seharusnya menjadi pusat pelatihan kerja publik yang netral dan inklusif. Tapi faktanya, ia mati suri di tengah lonjakan kebutuhan tenaga kerja terampil,” ujar Aktivis Ketenagakerjaan Brebes, Dedy Agustian, saat ditemui wartawan, Sabtu (20/9/2025).
‎Menurutnya, pemerintah daerah sempat menyusun rencana reaktivasi dan profesionalisasi BLK secara bertahap. Namun, tanpa komitmen anggaran yang jelas dan dukungan politik yang kuat, rencana tersebut hanya menjadi dokumen di atas meja.
‎"Tidak ada evaluasi transparan, pelaporan progres yang akuntabel, maupun keterlibatan aktif dari pemangku kepentingan," tambahnya.
‎Dedy mendorong agar pemerintah segera menetapkan status kelembagaan BLK, mengalokasikan anggaran reaktivasi, dan melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang beroperasi di wilayah Brebes.
‎"Tanpa langkah konkret, pelatihan kerja di Brebes berisiko menjadi instrumen kepentingan industri semata, bukan alat pembangunan SDM lokal yang bermartabat," tegasnya.
‎Sementara itu, data dari DPMPTSP Provinsi Jawa Tengah mencatat keberadaan 48 LPK di Kabupaten Brebes. Sebagian besar LPK ini beroperasi secara swasta dan beberapa di antaranya bermitra langsung dengan perusahaan industri. Meski kurikulumnya cenderung spesifik dan berorientasi pada kebutuhan internal korporasi, kemitraan ini juga membawa sejumlah manfaat strategis.
‎"Kalau LPK bermitra dengan perusahaan, peserta langsung dapat pelatihan sesuai kebutuhan kerja, kesempatan magang dan rekrutmen, kenal teknologi terbaru, terbiasa disiplin dan komunikasi profesional, pegang sertifikat yang diakui, sekaligus punya jaringan dengan HRD dan mentor," ucapnya.
‎Namun, manfaat kemitraan ini hanya akan berdampak positif jika pelatihan tetap berpihak pada pemberdayaan peserta secara luas. Ketika kurikulum terlalu sempit dan hanya melayani satu pintu rekrutmen, pelatihan kerja berisiko menjadi alat produksi tenaga kerja murah, bukan sarana peningkatan kualitas hidup masyarakat.
‎"LPK-nya memang jalan, tapi seperti hanya untuk pintu-pintu perusahaan tertentu. Mereka dilatih bukan untuk menjadi tenaga kerja mandiri, melainkan untuk menjadi buruh di pabrik tertentu,” ungkap seoranh aktivis lokal yang meminta identitasnya dirahasiakan.
‎Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Brebes, Edy Suryono, menyambut baik langkah pemerintah untuk memperbaiki ekosistem pelatihan kerja. Ia menegaskan bahwa industri tidak menutup pintu bagi tenaga kerja laki-laki.
‎"Ada beberapa perusahaan yang tenaga kerjanya 50–60 persen laki-laki. Ini bukti bahwa LPK juga menerima dan menempatkan tenaga kerja laki-laki, karena mencari perempuan kadang lebih sulit," jelas Edy.
‎Ia juga menyatakan bahwa LPK di Brebes siap menerima calon pekerja laki-laki yang bersedia mengikuti pelatihan. Menurutnya, ke depan LPK berencana mengembangkan jenis pelatihan seperti mekanik produksi, las, dan elektrik untuk menyerap tenaga kerja laki-laki di sektor-sektor teknis.
‎Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Brebes, Warsito Eko Putro, menyatakan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk menindaklanjuti berbagai temuan dan masukan. "Transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelatihan kerja adalah kunci,” tegas Warsito.
‎Dengan potensi industri yang terus berkembang, Brebes membutuhkan sistem pelatihan kerja yang inklusif, adaptif, dan berpihak pada masyarakat. Reaktivasi BLK Terlangu dan penguatan LPK bermitra secara transparan menjadi langkah krusial untuk memastikan pelatihan kerja benar-benar menjadi alat pembangunan SDM lokal yang berdaya dan bermartabat. (Roni)

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Ditengah Kebutuhan Tenaga Profesional, BLK di Brebes Mati Suri

Trending Now

Iklan