SUARA NEGERI | JAKARTA — Pemerintah berencana mempercepat pengalihan Barang Milik Negara (BMN) yang belum dimanfaatkan untuk dikelola oleh Lembaga Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Langkah ini bertujuan agar aset negara yang belum dimanfaatkan dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Kesepakatan ini diumumkan dalam Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dengan Kementerian Keuangan di Jakarta, pada Selasa (15/7).
Menurut Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mukhamad Misbakhun, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Amanat Nasional Republik Indonesia (LMAN) memperkuat kebijakan berikut.
"Pertama, kebijakan pengelolaan barang milik negara diarahkan untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional, yang ditunjukkan dengan indikator pencapaian yang terukur," katanya.
"Kedua, pengalihan BMN kepada aset Danantara akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Rionald Silaban, menegaskan tidak semua BMN akan dialihkan kepada Danantara.
"Sebagian masih digunakan oleh kementerian. Namun ke depannya, saya yakin aset BMN yang menganggur dapat dikelola oleh Danantara," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa proses pengalihan akan mengikuti ketentuan perundang-undangan, meski tidak merinci aset mana saja yang akan dialihkan.
Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir, menyatakan bahwa lambatnya pengelolaan aset negara berpotensi menghambat investasi.
Ia mendorong percepatan pengalihan BMN kepada Danantara untuk menghindari proses persetujuan yang berlarut-larut.
"Kita harus memastikan investasi tidak terhambat oleh waktu yang dibutuhkan enam bulan atau bahkan empat tahun hanya untuk mendapatkan persetujuan," ujar Erick.
Ia juga menyatakan bahwa Danantara saat ini dipercaya oleh sejumlah mitra global dan memiliki potensi signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Erick bahkan mengidentifikasi sejumlah aset negara yang status hukumnya belum jelas dan tidak diakui oleh kementerian atau lembaga.
"Ada BMN milik kementerian/lembaga yang tidak diakui, mungkin karena sengketa atau masalah lainnya. Ini sangat disayangkan," ujar Erick. (via)