Di Tengah Tarikan Demokrasi dan Kekuasaan, GMNI Tegaskan Pancasila Sebagai Etika Pembebasan Rakyat

SuaraNegeri.com
Kamis, 18 Desember 2025 | 08:52 WIB Last Updated 2025-12-18T01:52:00Z

SUARA NEGERI | JAKARTA — Institut Marhaenisme 27 bersama DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Selatan menggelar kuliah umum bertajuk “Filsafat dan Etika Pancasila dalam Bayang-Bayang Rezim Otoritarianisme Baru” pada Selasa (17/12/2025). 

Forum ini menjadi ruang ideologis untuk menegaskan kembali Pancasila sebagai dasar etika pembebasan rakyat, bukan sekadar simbol kekuasaan.

Kuliah umum menghadirkan filsuf kenamaan Romo Franz Magnis-Suseno, S.J yang membedah Pancasila dalam perspektif filsafat politik, demokrasi, dan keadilan sosial. 

Acara dibuka oleh Ketua DPC GMNI Jakarta Selatan Rauf, yang menegaskan bahwa krisis demokrasi hari ini berakar pada pengkhianatan elite terhadap Pancasila sebagai philosophische grondslag dan jiwa perjuangan Marhaenisme.

"Pancasila lahir dari penderitaan rakyat kecil. Ketika negara menjauh dari Marhaen, di situlah otoritarianisme tumbuh," tegas Rauf.

Direktur Eksekutif Institut Marhaenisme 27, Dendy Se, menyatakan bahwa demokrasi Indonesia tengah mengalami reduksi serius. 

"Demokrasi dipersempit menjadi prosedur elektoral, sementara etika, keadilan sosial, dan keberpihakan pada rakyat dikeluarkan dari praksis kekuasaan. Ia menilai gejala kembalinya watak Orde Baru dalam wajah baru semakin nyata," kata dia.

Moderator diskusi Fajar Martha menambahkan bahwa hilangnya oposisi politik, normalisasi perampasan ruang hidup rakyat, serta menguatnya legal authoritarianism menunjukkan bahwa negara semakin berjarak dengan cita-cita Pancasila dan semangat Revolusi Nasional Indonesia.

Dalam pemaparannya, Romo Magnis menegaskan bahwa Pancasila bukan ideologi tertutup yang memaksakan keseragaman, melainkan etika politik yang menjamin kemanusiaan, demokrasi, dan keadilan sosial. Ia menyebut Pancasila sebagai puncak sintesis pemikiran Bung Karno yang menjawab kontradiksi bangsa majemuk di tengah ancaman kapitalisme global.

Menurut Romo Magnis, sila-sila Pancasila sejalan dengan nilai universal hak asasi manusia, namun memiliki akar material pada penderitaan rakyat Indonesia. Ia menegaskan bahwa Marhaenisme Bung Karno tidak identik dengan Marxisme–Leninisme, melainkan kritik atas kapitalisme yang menindas rakyat kecil.

"Marhaen adalah subjek sejarah Indonesia. Demokrasi tanpa Marhaen hanya akan melahirkan oligarki," tegas Romo Magnis.

Ia juga mengkritik keras kegagalan negara dalam memberantas KKN, mahalnya biaya politik, serta menjelmahnya partai politik menjadi alat oligarki dan dinasti kekuasaan. Menurutnya, otoritarianisme bukan solusi, melainkan pintu masuk bagi korupsi dan penghisapan yang lebih brutal.

Kuliah umum ini menegaskan kembali posisi GMNI bahwa perjuangan ideologis Marhaenisme adalah keharusan historis untuk mengembalikan Pancasila sebagai etika pembebasan, demokrasi sebagai alat kedaulatan rakyat, dan negara sebagai pelayan kaum Marhaen.(sa/by)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Di Tengah Tarikan Demokrasi dan Kekuasaan, GMNI Tegaskan Pancasila Sebagai Etika Pembebasan Rakyat

Trending Now

Iklan