SUARA NEGERI | AMBON — Praktisi hukum Fredi Moses Ulemlem menyoroti keras mandeknya penanganan dua dugaan kasus korupsi besar di Maluku yakni pembangunan jalan di sejumlah desa di Pulau Wetar dan kasus pengelolaan dana Covid-19.
Menurutnya, kedua kasus itu menjadi cermin gagalnya pengawasan internal di tubuh Polda Maluku, khususnya di lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus).
"Kami menduga dua kasus ini sengaja didiamkan. Ada dugaan permainan pihak-pihak tertentu di dalamnya, karena sampai sekarang belum juga diumumkan ke publik," tegas Fredi dalam pernyataannya, Selasa (14/10).
Fredi menilai bahwa lemahnya fungsi pengawasan internal di kepolisian telah membuka ruang kompromi dan korupsi sistemik.
Menurutnya, ketika aparat penegak hukum gagal menjaga transparansi dan akuntabilitas di internalnya sendiri, publik punya alasan kuat untuk curiga.
"Artinya, pengawasan internal kepolisian tidak efektif dalam mendeteksi dan mencegah kasus korupsi. Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi soal moral dan keberpihakan pada rakyat," lanjutnya.
Ia menegaskan, pengawasan yang efektif di internal kepolisian menjadi fondasi utama untuk memastikan penegakan hukum yang bersih. Tanpa itu, lanjut Fredi, korupsi akan terus berulang dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum makin terkikis.
"Kalau pengawasan lemah, maka korupsi akan menjadi penyakit laten yang dibiarkan tumbuh di tubuh lembaga penegak hukum sendiri," ujarnya.
Lebih jauh, Fredi mendesak Dirkrimsus Polda Maluku agar segera mengumumkan hasil penanganan dua kasus tersebut secara terbuka kepada publik. Transparansi, kata dia, bukan pilihan melainkan kewajiban dalam negara hukum.
"Untuk apa dan mengapa dua kasus ini belum diumumkan? Ada apa di balik diamnya institusi ini? Apa yang menjadi penghambat sehingga publik tidak mendapat kejelasan? Jangan sampai ada hal lain yang disembunyikan," sindirnya.
Menurutnya, korupsi di negeri ini sudah menembus titik berbahaya.
"Korupsi di Indonesia sudah melebihi beban hutang negara. Dampaknya terasa langsung pada rakyat kecil harga naik, pendidikan tersendat, dan layanan kesehatan memburuk," ujarnya.
Fredi pun menutup dengan nada getir: “Mau dibawa ke mana negara ini kalau korupsi terus dibiarkan, dan rakyat selalu jadi korban? Hukum seharusnya berpihak pada kebenaran, bukan pada kekuasaan.”
Kemandekan penanganan dua kasus besar di Maluku menjadi ujian bagi komitmen aparat penegak hukum terhadap prinsip transparansi dan integritas. Tanpa pengumuman resmi dan akuntabilitas publik, hukum hanya akan menjadi alat kekuasaan bukan pelindung rakyat.(sa/by)