SUARA NEGERI | JAKARTA — Kesejahteraan nelayan harus menjadi fondasi utama pembangunan maritim. Karena itu, Hari Maritim bukan hanya soal simbol nasionalisme, melainkan juga panggilan moral untuk menghadirkan keadilan bagi mereka yang berada di garis depan.
Demikian hal tersebut disampaikan pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC) DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa dalam merefleksikan Hari Maritim 2025 yang jatuh pada 21 Agustus.
Menurutnya, kedaulatan tidak berhenti di batas terluar, tetapi juga hadir di wajah nelayan yang berjuang di tengah ombak demi sesuap nasi.
Oleh karena itu, kata dia, pembangunan maritim harus berpijak pada wawasan lingkungan.
"Jika laut rusak, nelayan akan kehilangan sumber penghidupan, dan bangsa akan kehilangan penjaga pertamanya," tandasnya.
Dengan demikian, perlindungan ekologi laut harus menjadi bagian integral dari perlindungan sosial.
Dalam keterangan tertulisnya, DR. Capt. Marcellus juga menyinggung keterkaitan erat antara kesejahteraan nelayan dan pendidikan. Ia menilai bahwa tanpa regenerasi, profesi nelayan di Indonesia terancam punah.
"Banyak anak-anak nelayan yang terpaksa berhenti sekolah untuk membantu orang tua mereka melaut sejak usia dini. Situasi ini menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit diputus. Tanpa pendidikan yang memadai, generasi muda nelayan tidak memiliki kesempatan untuk menguasai keterampilan baru yang dibutuhkan di era modern," kata dia.
Pada titik inilah, kata DR. Capt. Marcellus, bangsa menghadapi persoalan strategis.
"Kalau nelayan habis, siapa yang akan menjaga laut kita? Siapa yang akan memastikan perut bangsa tetap terisi dari hasil tangkapan sendiri?" ujarnya.
Karena itu, ia mendorong agar negara menghadirkan kebijakan pendidikan yang berpihak pada anak-anak pesisir. Program beasiswa, sekolah vokasi berbasis kelautan, hingga pelatihan teknologi maritim modern harus disiapkan untuk memastikan profesi nelayan tetap lestari.
Menurutnya, pendidikan adalah jalan utama bagi regenerasi. Dengan pendidikan, generasi muda pesisir tidak hanya mampu bertahan di tengah kerasnya gelombang, tetapi juga bisa berinovasi, mengembangkan cara tangkap ramah lingkungan, dan memanfaatkan teknologi baru.
Dengan begitu, profesi nelayan tidak lagi dipandang sebagai pekerjaan berat yang melelahkan, melainkan sebagai sumber kebanggaan dan masa depan yang menjanjikan.
"Kalau generasi muda pesisir berdaya, maka masa depan maritim Indonesia tetap terjaga," tegasnya.
Ditambahkan olehnya bahwa di sisi lain, pembangunan infrastruktur maritim juga harus diarahkan agar memberi manfaat nyata bagi masyarakat pesisir.
Ia menilai pelabuhan perikanan tidak boleh berhenti menjadi titik bongkar muat, melainkan harus dilengkapi dengan fasilitas cold storage, pasar ikan higienis, dan jalur distribusi yang efisien agar nelayan tidak terjebak dalam permainan harga.
Infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, dan internet juga harus dipercepat di kawasan pesisir agar masyarakat nelayan tidak terus terisolasi.
Menurutnya, tanpa pembangunan berbasis kebutuhan masyarakat, jargon poros maritim akan sulit membumi. (rl/*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar