SUARA NEGERI | JAKARTA — Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abd Azis (ABZ) dan kawan-kawan di Makassar tidak ada kaitannya dengan acara Rakernas Partai Nasdem.
Penegasan itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam keterangannya, disitat pada Minggu (10/8).
Namun KPK membenarkan Abd Azis ditangkap sesaat setelah acara Rakernas Partai Nasdem di Makassar, pada Jumat dinihari, pada 8 Agustus 2025 lalu.
Menurutnya, KPK telah mendapatkan rundown acara Rakernas Partai Nasdem itu dimulai pada Jumat.
"Sedangkan KPK mulai melakukan OTT sejak Kamis, 7 Agustus 2025. Jadi sesungguhnya, tidak atau proses tangkap tangan ini, tidak dilakukan pada saat kegiatan itu berlangsung. Jadi dilakukan sebelum kegiatan itu berlangsung," terangnya.
Sekali lagi, lanjut Asep, OTT tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan dari partai tersebut yang tengah menghelat Rakernas.
Jauh sebelum OTT, menurut Asep KPK sudah melakukan serangkaian penyelidikan dan itu sudah berlangsung sejak awal 2025.
Menurut Asep Guntur Rahayu, jauh sebelum OTT KPK telah melakukan penyidikan dengan melibatkan 3 kelompok TIM khusus. Tim yang ada di Jakarta untuk melakukan kegiatan tangkap tangan para terduga yang ada di Jakarta.
"Termasuk tim KPK juga bergerak di Kendari, dan tim lainnya ke Makassar," kata dia.
Berdasarkan informasi tersebut, maka KPK melakukan kegiatan tangkap tangan tersebut, sesuai dengan aturan UU dan SOP yang ada.
Ia menyebutkan, dari penangkapan terhadap beberapa pihak di Kendari dan Jakarta, KPK mendapatkan informasi yang sama seperti informasi yang sudah diketahui KPK sebelumnya perihal penyerahan uang atas perintah dari Abd Azis.
Sesuai rilis KPK terakhir, kegiatan OTT digelar sejak Kamis, 7 Agustus 2025 hingga Jumat, 8 Agustus 2025, KPK telah melakukan OTT di tiga wilayah, yakni di Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Jakarta, terkait proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C.
Dari ketiga wilayah itu, KPK mengamankan 12 orang. Di Kendari, KPK mengamankan 4 orang, yakni Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim, Harry Ilmar (HAR) selaku PPTK proyek pembangunan RSUD di Koltim, Nova Ashtreea (NA) selaku staf PT Pilar Cerdas Putra (PCP), dan Danny Adirekson (DA) selaku Kasubbag TU Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim.
Selanjutnya di Jakarta, KPK mengamankan 6 orang, yakni Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pembangunan RSUD, Deddy Karnady (DK) dari PT PCP, Nugroho Budiharto (NB) dari PT Patroon Arsindo (PA), Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP, Aswin (ASW) dari KSO PT PCP, dan Cahyana (CYN) dari KSO PT PCP.
Kemudian dari Makassar, KPK mengamankan 2 orang, yakni Abd Azis (ABZ) selaku Bupati Koltim, dan Fauzan (FZ) selaku ajudan Bupati Koltim Abd Azis.
Abd Azis ditangkap setelah acara Rakernas Partai Nasdem.
KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang cukup. Kemudian KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni Abd Azis, Andi Lukman Hakim, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.
Dalam perkaranya, pada Desember 2024 diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan 5 konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK).
Selanjutnya, pihak Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah. Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan Nugroho Budiharto.
Kemudian, pada Januari 2025 terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Koltim. Diduga Ageng juga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman.
Selanjutnya, Abd Azis bersama Gusti Putu Artana (GPA) selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, Danny Adirekson, dan Nasri (NS) selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.
Pada Maret 2025, Ageng selaku PPK melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT PCP senilai Rp126,3 miliar.
Pada akhir April 2025, Ageng berkonsultasi dan memberikan uang senilai Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Kemudian, pada periode Mei-Juni, PT PCP melalui Deddy Karnady melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar.
Uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Ageng senilai Rp500 juta, di lokasi pembangunan RSUD Kabupaten Koltim. Selain itu, Deddy Karnady juga menyampaikan permintaan dari Ageng kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8 persen.
Pada Agustus 2025, Deddy Karnady melakukan penarikan cek Rp1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada Ageng. Dan oleh Ageng kemudian menyerahkannya kepada Yasin (YS) selaku staf Abd Azis. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui Abd Azis, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Abd Azis.
Deddy Karnady juga melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta yang kemudian diserahkan kepada Ageng. Selain itu, PT PCP juga melakukan penarikan cek sebesar Rp3,3 miliar.
Tim KPK kemudian menangkap Ageng dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar. (rls/via)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar