SUARA NEGERI | JAKARTA — Pasca penangkapan Wamenaker Imanuel Ebenezer terkait skandal sertifikasi K3, kini rakyat menyoroti fenomena rangkap jabatan yang dilakukan oleh 2 menteri dan 33 wakil menteri di kabinet Presiden Prabowo Subianto.
"Rakyat sudah geram. Kasus Noel hanyalah puncak gunung es. Di bawahnya, ada praktik feodalisme birokrasi dan kekuasaan yang menindas wong cilik," tegas Fredi Moses Ulemlem, pengamat politik dan hukum, pada Minggu (24/8) di Jakarta.
Menurut Fredi, rangkap jabatan yang dilakukan pejabat negara tidak hanya melanggar etika publik, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.
Ia menyebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap penyelenggara negara dilarang mengambil keputusan yang sarat konflik kepentingan.
"Jika terbukti ada rangkap jabatan yang menghasilkan keuntungan pribadi, maka bisa masuk ranah tindak pidana korupsi," kata dia.
Lebih jauh, Fredi menegaskan bahwa kewajiban melaporkan kekayaan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Bahkan, menurutnya, penyelenggara negara yang tidak jujur atau tidak melaporkan hartanya dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara dan denda.
"Ini bukan sekadar formalitas. Kalau pejabat negara tidak melaporkan LHKPN atau menyembunyikan hartanya, itu bisa dianggap gratifikasi terselubung, bisa masuk korupsi. Jadi jangan main-main!" tegas Fredi.
BACA JUGA: Waspadai Gagal Jantung
Dalam konteks transparansi, Komisi Informasi Publik (KIP) juga didesak untuk tidak tinggal diam.
Fredi menekankan, KIP wajib menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang menegaskan hak rakyat untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan negara, termasuk LHKPN pejabat publik.
"Transparansi adalah hak rakyat. KIP harus bertindak, jangan hanya jadi stempel. Publikasikan siapa pejabat yang rangkap jabatan dan bagaimana kekayaannya bertambah. Kalau tidak, KIP juga bisa dianggap ikut melanggengkan feodalisme birokrasi," ujarnya.
Kasus Imanuel Ebenezer, atau Noel, menurut Fredi hanyalah korban dari lingkaran setan birokrasi yang lebih besar.
"Dia tumbal. Tapi sistemnya yang membuat banyak pejabat merasa kebal hukum. Rakyat sudah jenuh, wong cilik tidak butuh jargon apalagi cuma omon-omon, mereka butuh Keadilan yang jujur," tambahnya.
Fenomena rangkap jabatan 2 menteri dan 33 wakil menteri ini dipandang sebagai wajah feodalisme modern yang diwarisi dari birokrasi lama: segelintir elite menguasai banyak kursi, sementara rakyat kecil tetap terpinggirkan.
Fredi menutup pernyataannya dengan mengutip Bung Karno: "Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Revolusi belum selesai!" Menurutnya, pemeriksaan LHKPN, penegakan UU Antikorupsi, dan keterbukaan informasi publik menjadi pintu awal untuk membuktikan apakah rezim Prabowo benar berpihak pada rakyat atau justru tunduk pada kepentingan segelintir elite birokrasi.(sa/by)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar