SUARA NEGERI | JAKARTA — Koordinator Simpul Aktivis Angkatan 98 atawa Siaga 98, Hasanuddin, merespons polemik eksploitasi tambang Nikel di Raja Ampat.
"Siaga 98 meminta KPK segera melakukan penyelidikan apakah penerbitan izin tambang dan eksploitasi Nikel di gugus Pulau Raja Ampat terdapat peristiwa tindak pidana korupsi," kata Hasanuddin, dalam keterangannya, pada Selasa (10/6).
Sebab itu, pihaknya meminta KPK segera melakukan penyelidikan terkait penerbitan izin tambang dan eksploitasi Nikel di Gugus Pulau Raja Ampat untuk mengetahui adanya dugaan tindak pidana korupsi atau tidak.
Menurutnya, patut ditelusuri apakah pemberian alokasi izin sesuai UU 1/2014 Perubahan atas UU 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Termasuk diantaranya, Keputuisan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 35/PUU-XXI/2023 yang melarang aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.
"Izin tambang tidak berdiri sendiri, tidak hanya dengan dalih potensi Nikelnya, sehingga izin diterbitkan, harus juga dilihat dari sisi lain, baik lingkungan, tata ruang dan peraturan lainnya," kata dia.
"Kami berharap KPK segera membentuk tim untuk segera melakukan penyelidikan," imbuhnya.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, juga menduga ada indikasi korupsi dalam penerbitan izin usaha tambang nikel di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Peneliti pada Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman ini mempertanyakan mengapa izin usaha tambang itu bisa terbit.
"Padahal, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah menegaskan larangan aktivitas tambang di pulau kecil. Apalagi larangan ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023," jelasnya.
Tetapi izin pertambangan tetap keluar. Itu artinya ada dugaan kongkalikong antara otoritas pemberi izin, dalam hal ini pemerintah, dengan perusahaan tambang.
"Hal ini menjadi penting untuk disasar ada apa dengan izin-izin yang keluar," pungkasnya. (*)