Genius Umar Disebut-sebut Jadi "Balon" Gubernur DKI Jakarta

SuaraNegeri.com
01 April 2023 | 09:17 WIB Last Updated 2023-04-01T02:17:35Z

Catatan : Pinto Janir 

Sungguh, tuan !
Sungguh. Sebenarnya, percakapan beberapa hari yang silam bersama beberapa tokoh terkemuka di pentas nasional ---menjelang beduk berbuka tiba itu-- sudah saya kubur begitu matahari berganti bulan. 

Saya simpan saja rapat-rapat. Karena, bila ini saya sampaikan ke ruang publik, orang-orang tanggung di zona keawaman berpendapat tentu akan menyangkalnya: “ Ah, mana mungkin ! Jangan bergarah juga lagi….”. 

Saya sudah menduga, pasti publik awam akan berpendapat begitu. Tak mungkin !

Saya juga paham dan mengerti serta mengarifi alam pikiran terkini di ruang fakta, di bawah langit dan bumi yang sama, keniscayaannya adalah “kalau Tuhan berkehendak, tak ada yang tak mungkin !”

Maka saya adalah insan yang anti pada kata-kata tak mungkin. 

Kalaupun ada apa yang tak mungkin di atas dunia ini, bagi saya adalah, satu; memutar waktu ke masa lalu. Dua, menarik kembali ucapan yang sudah telanjur terlompat. Itu, pasti tidak mungkin.  

Dunia berpartikel “tak ada yang tak mungkin”. Kecuali yaitu tadi, memutar waktu ke masa lalu dan menarik ucapan yang terlompat.  Dan “tak ada yang lebih pasti”. Kecuali; mati !

Sudah itu saya merenung. 

Orang-orang bersumbu pikiran pendek, pasti akan menganggap saya sedang dalam pergurauan kata. Namun, orang-orang berpikir dalam, tentulah akan mengunyah-nguyah apa yang hendak saya sampaikan. Selanjutnya, menganalisisnya dalam teorikal kecerdasan bermakrifat. 

Makin saya tahan untuk tidak menyampaikannya, makin tersiksa ruang bathin pikiran saya dibuatnya. 

Ini hari, saya memutuskan untuk menulisnya. 

Untuk menjaga bilik “privasi” maka  “Nan saganggam diagiahan, nan sabinjek ditinggaan”. 

Nan sabijek itu, tak perlu saya sampaikan, siapa-siapa tokoh-tokoh yang bicara dengan saya menjelang waktu berbuka tiba beberapa hari yang lalu. Oke, anggap sajalah, saya sedang berimajiner. Itu lebih baik, ketimbang memicu rasa ”kepo” atau rasa kepenasaran yang berlebihan. Saya berpantang pula mengananiaya orang lain dengan menciptakan rasa kepenasaran. Karena, rasa ingin tahu adalah sesuatu yang sangat manusiawi. 

Kita mulai…!

“Bung kenal dengan Genius?” .

Di saat kita sedang asyik-asyik membicarakan soal topik hangat yang terjadi di republik ini, mendadak ia bertanya begitu. 

“Ya,bung kenal dengan Genius ?” teman yang di samping dia tadi ikut pula menimpali. 

“Bung kenal?” kata teman yang bersebarangan duduk dengan saya di sebuah ruang yang adem. 

“Genius? Maksudnya, Genius Umar , Walikota Pariaman?” 

“Iya….” Tiga suara itu serentak menjawab. 

Bagaimana saya tidak mengenal Genius Umar. Jauh sebelum ia menjadi walikota, saya sudah mengenalnya. Apalagi, ia berbako ke suku saya; Sikumbang. 

“Kenal?” mereka mendesak saya. 

Saya mengangguk sambil tersenyum. 
“Ya, saya mengenalnya !” 

Bahkan, Genius Umar yang sahabat saya itu adalah salah seorang walikota yang berprestasi di Sumatera Barat. Genius, pemimpin yang saya hormati. Karena, ya prestasi-prestasinya. Ia membawawajah kota Pariaman kepada perubahan yang jauh lebih baik. Saya, mengaguminya. Ya, karena ketulusannya pada rakyat. Karena kesungguhannya membangun kota. Juga, karena gaya kerakyatannya yang menjadi “pakaian” hidupnya. Merakyat adalah karakter Genius. Bahasa kerakyatannya adalah bahasa kehangatannya dalam memimpin kota ini. 
 
Dr. H. Genius Umar, S.Sos., M.Si. Ia lahir 24 Juli 1972.  Ia politikus cerdas. Birokrat bervisi nan visioner. Ia juga intelektual nan dosen. Ia  menjabat Wali Kota Pariaman periode 2018–2023 dan Wakil Wali Kota Pariaman periode 2013–2018. Genius  memulai karier birokrat pada 1994 sebagai staf di Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Padang Pariaman. Genius tiga kali mendapatkan tugas belajar. Genius  meraih gelar Doktor dari Institut Pertanian Bogor pada 2007. Ia mengakhiri karier birokrat sebagai Kepala Bagian Sekretariat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia pada 2013.

Bahkan, baru-baru ini ia dianugerahi Gelar Kehormatan Profesor dari Jungwoon University, Korea.

Profesor Genius Umar. 

“Mengapa bung terdiam?” tanya tokoh itu tadi yang nota benenya bukan orang Minangkabau. 

Teman saya ini tidak tahu, ketika ia bertanya tentang Genius Umar, saat itu bayangan saya meliterasi eksistensi Genius nan pernah menjadi Wakil Calon Gubernur Sumbar, pada pilkada lalu. 

Berceritalah ia tentang Genius. Rupanya, mereka mengamati eksistensi kepemimpinan Genius selama ini. Kata mereka, pengamatan dan kesan mendalam mereka kepada pembangunan kota Pariaman dan sosok Genius Umar sejak Peringatan Hari Nusantara Nasional 2019 yang dipusatkan di Kota Pariaman.

“Di sana saya memahami betapa bervisinya ia. Betapa jelasnya visinya sebagai pemimpin. Betapa, lapangnya cakrawala kenusantaraannya. Betapa, pandainya ia memimpin dan meraih cinta rakyat menyeluruh”, kata dia. 

“Ia membangun pisik. Ia membangun SDM. Ia sangat berpihak pada ruang kecerdasan anak bangsa. Satu rumah tangga satu sarjana, bagi saya sungguh berkesan. Ia bawa kemajuan dunia pariwisata Kota Pariaman sehingga gaung dan gemanya mengindonesia. Hebat dia….!” Kata teman dia yang disebelahnya itu tadi. 

Saya menyimak dalam perasaan bangga sendiri.Bangga karena pemimpin di kampung halaman kita disanjung dan dipuja orang “luar”. Ini, bagi saya luar biasa. 

“Genius mengingatkan saya pada sosok Pak Jokowi. Dari Solo memimpin DKI.Lalu jadi Presiden RI….” Ia mengurai kata. 

“Lalu….”, cepat cepat saya menyela. 

Kawan-kawan bicara saya tadi diam. Mereka saling bertatap muka. Salah seorang menyahut. 

“ Bagaimana kalau Genius Umar kita apungkan namanya untuk menjadi bakal calon Gubernur DKI?”  

Ops, saya terperanjat. 
Beduk berbuka, badantam.
Pembicaraan terputus. 

Tadi malam, salah seorang dari mereka menelpon saya. 

“Bung, tak ada yang tak mungkin di atas dunia ini. Genius Umar itu tokoh yang pantas dan patut untuk kita bawa ke DKI….! Kitabesarkan namanya bersama-sama di sini….”

Hmmm….
Saya harus menjawab apa?
Saya bukan siapa-siapa. 

Saya hanya sahabat Genius. Kami berkawan akrab. Masih saling berkabar. 

Hobi kami sama. Sama-sama suka menulis. Sama-sama suka bermusik. Genius itu, masa mudanya “anak band”. Ia gitaris dalam petikan melodi yang cantik. Bahkan, kami –di sela istirahatnya—di malam-malam hari mengarang lagu berdua. Lalu, merekamnya di studio. 

Baiklah, biar ini tak menjadi beban bathin saya seorang diri, baguslah ini saya tulis. Harapan saya, mari bersama-sama kita besarkan namanya. 

Bagi saya, ketika orang lain membesarkan orang kita, itu adalah sebuah penghormatan yang luar biasa dalam gezah kita “berminangkabau”.

Saatnya, kita saling membesarkan “dunsanak” yang pantas dan patut untuk dibesarkan. 

Setidaknya, ada nama tokoh dari Sumbar yang disebut-sebut sebagai bakal calon gubernur DKI…

Permisi…!




Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Genius Umar Disebut-sebut Jadi "Balon" Gubernur DKI Jakarta

Trending Now

Iklan