Kaum Tani Bersama Masyarakat Adat Tano Batak, Lawan Perampasan Tanah dan Perbudakan PT TPL!

SuaraNegeri.com
Senin, 18 Agustus 2025 | 17:56 WIB Last Updated 2025-08-18T10:56:21Z

SUARA NEGERI | JAKARTA — Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bersama ratusan petani dari Serikat Petani Pasundan (SPP) dari lima kabupaten (Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Banjar) Pemersatu Petani Cianjur (PPC), dan Pergerakan Petani Banten (P2B) bergabung bersama Masyarakat Adat Tano Batak dan jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jakarta, Bekasi dan Banten dalam aksi do'a bersama dan deklarasi perjuangan melawan perampasan tanah, pengrusakan lingkungan dan perbudakan modern yang dilakukan PT. Toba Pulp Lestari (TPL), pada Senin, 18 Agustus 2025, di Tugu Proklamasi, Jakarta. 

Ini adalah bentuk dukungan dan solidaritas gerakan tani terhadap perjuangan masyarakat adat mengembalikan tanah dan wilayahnya mereka dari ancaman korporasi yang telah menyebabkan banyak konflik agraria dan kerusakan lingkungan di Indonesia, khususnya wilayah Toba san Samosir.

Aksi ini diselenggarakan bersamaan momentum 80 tahun Kemerdekaan Indonesia untuk mengingatkan Pemerintah agar kembali pada cita-cita kemerdekaan yang dimandatkan dalam Konstitusi kita. Perampasan wilayah adat dan pengrusakan lingkungan yang dilakukan PT TPL ini bertentangan dengan Konstitusi, utamanya Pasal 33 (3) UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). 

"Dalam UUPA, tercitra teologi tanah dan lingkungan, bahwa tanah tidak sekedar komoditas ekonomi, harus menghormati hak asal-usul tanah (masyarakat adat), menolak monopoli tanah dan penghisapan manusia di atas manusia lain," kata Dewi Kartika, Sekjen KPA.

Dalam aksi ini, Gereja bersama Gerakan Rakyat menyatakan 5 Kejahatan Agraria dan Pelanggaran Konsitusi PT TPL:

1. PT TPL telah merampas tanah adat 23 komunitas Masyarakat Adat, di 12 kabupaten, dengan total luasan 33.422,37 hektar yang selama ini menjadi sumber penafkahan dan ruang hidup masyarakat adat, petani, perempuan, dan masyarakat sekitar.

2. PT TPL melakukan berbagai tindak kekerasan yang semakin kejam dan tidak terkendali, hingga mengorbankan masyarakat adat yang mempertahankan hak atas tanahnya.

3. PT TPL telah menghancurkan wilayah adat untuk Hutan Tanaman Industri Eukaliptus, termasuk hutan dan areal pertanian, yang selanjutnya menyebabkan bencana-bencana ekologis.

4. PT TPL telah melakukan praktik-praktik perbudakan modern kepada para pekerjanya, yang melanggar hak-hak pekerja.

5. PT TPL mengadu domba masyarakat adat dengan pekerja TPL, yang saat ini sedang memperjuangkan hak-hak atas penghidupan dan hak konstitusionalitasnya.

6. PT TPL beroperasi secara ilegal dan difasilitasi oleh Pemerintah: cacat hukum, maladministrasi kehutanan, manipulasi proses dan penyalahgunaan kewenangan.

Karena itu, Dewi mengingatkan, "Dengan kembali pada UUPA 1960, memaksimalkan Putusan MK 35/2012, dan Perpres Reforma Agraria, maka Pemerintah harus segera melaksanakan Reforma Agraria sebagai jalan pemulihan dan pemenuhan keadilan dan kesejahteraan bagi Masyarakat Tano Batak, termasuk pekerja TPL yang selama ini hak-haknya tidak dipenuhi oleh PT TPL," tegasnya.

Apa yang dialami oleh Masyarakat Batak dan sekitarnya akibat operasi PT TPL yang melanggar Konstitusi, hanyalah satu dari banyak tragedi yang dialami oleh rakyat Indonesia di berbagai daerah. Kurun 1 dekadeterakhir, lebih dari 1,8 juta petani, masyarakat ada, nelayan, perempuan, dan masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan yang menjadi korban perampasan tanah (Catahun KPA 2015-2024).

Dengan pemulihan hak atas tanah, akan selaras dengan penyelesaian konflik agraria; menata ulang monopoli penguasaan tanah dan kekayaan agraria nasional yang lebih berkeadilan bagi petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, termasuk pekerja TPL (dan seluruh kelas pekerja) untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera. 

"Perjuangan bersama ini tidak sekedar menjabarkan krisis multidimensi akibat operasi PT TPL, lebih jauh adalah cara mengembalikan konstitusionalitas Masyarakat Tano Batak dan tanah untuk rakyat lainnya; konsolidasi untuk mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada; serta pemenuhan keadilan dan kesejahteraan bagi Masyarakat Tano Batak, Petani, Pekerja/Buruh Eks. TPL melalui Reforma Agraria," tutup Dewi.

Aksi ini diselenggarakan secara bersama oleh Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Distrik Jakarta, Bekasi, Deboskab, Banten; dan Koalisi Rakyat Tutup TPL yang terdiri dari Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM); Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA); Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN); Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) dan Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS). (rl/by)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kaum Tani Bersama Masyarakat Adat Tano Batak, Lawan Perampasan Tanah dan Perbudakan PT TPL!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trending Now