Di Rantau Cinto Den Kubua

SuaraNegeri.com
25 Februari 2024 | 12:32 WIB Last Updated 2024-02-25T05:32:12Z

Cerpen Lagu : Pinto Janir

Lelaki itu, tak ingin kekasihnya menderita. Mereka menjalin cinta sudah sejak lama. Tapi, orang tua kekasihnya tidak merestui hubungan mereka. 
 
Inilah kisah klasik dua insan saling mencinta. Rindu mereka sama sama keras. 

Yang tak sama itu adalah pendapat orang tua kekasihnya. 
Mana ada orang tua yang sudi memperlakikan anak gadisnya dengan lelaki yang tak jelas kerjanya apa. 

Lelaki itu dicap sebagai preman kampung. Kerjanya hilir mudik saja. Mengukur-ukur jalan. Bila sore tiba, ia menggitar di simpang. Malam datang, ia mengongkang-ongkang di kedai orang. 

Di kampung itu, citranya sedang tidak bagus. Imejnya buruk. 

Ia seumpama gagak. Sementara, kekasihnya merpati. Ia seumpama belantara rimba raya. Sedang kekasihnya, taman bunga. 

Suatu malam, ketika ia mengantarkan sang kekasih seusai menyaksikan malam kesenian pemuda di kampung sebelah, kedua orang tua kekasihnya menyambutnya dengan amarah dan segala penghinaan. 

Ia hanya menunduk. Sementara sang kekasih berlari ke kamar sambil menangis tersedu sedu. 

" Apo nan kau tangihan? Kau sangko hiduik baru mah tanggo salasai dek cinta? Ka kau makan gagahnyo tu? Oi Piak, hiduik indak ka salasai dek gagah sajo! ".

" Wa ang cukuik sakali ko kamari! Nampak dek Den batang hidung ang, den dabiah batang ilia wa ang! Ang gaduah adiak den, babayia hutang ang! " saudara lelaki sang kekasih juga ikut mengancam dan menghinanya. 

Ia pergi. Ia terdiam. Ia terpukul. Ia pergi bersama luka luka. Ia tinggalkan kampung halaman dan kekasih yang sangat ia cintai. 

Ia merantau, membawa luka, dendam dan sakit hati. 

Satu janjinya pada sang kekasih, bila ia sudah sukses, ia akan menjemput belahan jiwanya itu. 

" Pegang janjiku ini", katanya  sehari sebelum ia merantau. " Jangan tinggalkan diriku, Da! ". Ia menangis. Mereka berpelukan.

 " Kutunggu uda sampai kapanpun!" 

Bertahun tahun sudah berlalu. Sang kekasih tiap dijodohkan, selalu menggeleng. Bahkan, kalau tetap dipaksa, ia mengancam kedua orang tuanya untuk bunuh diri. 

Sedangkan si lelaki, tak pernah memberi kabar berita. Hingga, suatu ketika, kekasihnya dengan sangat amat terpaksa menerima pinangan lelaki lain. 

Lelaki itu sudah sukses. Sudah kaya. Kini saatnya ia menjemput sang kekasih. 

Apa yang terjadi? 

" Wa ang talambek. Pacar wa ang alah baralek jo urang lain, minggu kapatang ! " konco palangkinnya mengabarkan kabar kelat itu kepadanya... 

Untuk kali kedua ia terpukul. Namun begitu, ia taruh mobil mewahnya di depan rumah konconya itu. 

" Ka pai ka ma wa ang? " tanya sang konco. 

Ia tak menjawab. 
Kakinya ia langkahkan ke rumah sang kekasih. Ia ingin untuk terakhir kali melihat sang kekasih, walau hanya dari seberang jalan. 

Dan, betapa ngilu hatinya, sisa sisa pesta itu masih berjejak di rumah kekasihnya yang sederhana. 

Persis. Kebetulan. Sang kekasih yang sudah jadi bini orang itu, tampak sedang menyiram bunga di halaman rumah yang baru saja menyelenggarakan pesta. 

Ia tidak menegur. Ia diam. Ketika ia berbalik, sang kekasih melihatnya. Ia terpaku. Lidahnya kelu. Tapi lelaki itu sudah berlalu. 

Sang kekasih memanggilnya. 

" Uda..... ! "

Lelaki itu bukan tak mendengarmendengarnya.  Ia tak ingin merusak hubungan orang lain. Ia seperti lenyap bersama tikungan... 

Kisah cinta mereka terprasasti dalam lagu " Di Rantau Cinto Den Kubua! "

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Di Rantau Cinto Den Kubua

Trending Now

Iklan